Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Responsive Advertisement

Permasalahan Pada Konseling dan Psikoterapi


Bahasan yang saya bahas kali ini mengenai “ permasalahan pada saat melalukan konseling dan psikoterapi”. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan konselor saat melaklukan konseling bersama konseli. Apa saja faktor tersebut, mari kita belajar dan simak penjelasan berikut :


1.    Hambatan Internal.

a.    berkaitan dengan kompetensi konselor. yaitu meliputi kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi akademik konselor yakni lulusan S1 bimbingan konseling atau S2 bimbingan konseling dan melanjutkan pendidikan profesi selama 1 tahun. Kompetensi profesional terbentuk melalui latihan, seminar, workshop. Uman Suherman (2008), lebih lanjut menjelaskan mengenai manajemen bimbingan dan konseling, layanan bimbingan dan konseling perlu diurus, diatur, dikemudikan, dikendalikan, ditangani, dikelola, diselenggarakan, dijalankan, dilaksanakan dan dipimpin oleh orang yang memiliki keahlian, keterampilan, serta wawasan dan pemahaman tentang arah, tujuan, fungsi, kegiatan, strategi dan indikator keberhasilannya.

b.    Teknik yang dikuasai oleh konselor kurang sehingga berpengaruh terhadap konseli.  Untuk menjadi konselor profesional memerlukan proses dan waktu. Konselor profesional membutuhkan jam terbang yang cukup matang. Di samping itu masih juga ditemukan dilapangan, adanya manajemen bimbingan dan konseling yang masih amburadul.

 

(Winkel) Adapun masalah-masalah yang dihadapi seorang konselor yang dapat menghambat keefektifan kerjanya diantaranya yaitu :

1.    Memihak/ menitikberatkan pada informasi sepihak.

Biasanya problema yang didengar konselor merupakan salah satu aspek persoalan yang dilihat dari sudut pandang konseli itu sendiri. Sebagai contoh, dalam konseling pernikahan, suami maupun istri bisa mempunyai pandangan berbeda mengenai satu persoalan. Tentunya konselor tidak dapat menyelesaikan persoalan dengan baik jika problema hanya didengar dari satu pihak, apalagi kalau sampai berpihak kepada salah satu konseli.

2.    Mengambil kesimpulan yang premature/ tergesa-gesa/ ceroboh.Seringkali yang dikemukakan oleh konseli hanya merupakan gejala atau akibat dari inti persoalannya dan belum tentu merupakan persoalan yang sebenarnya. Oleh karena itu seorang konselor harus menjadi pendengar yang baik dan cermat tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan atau langsung memberi jalan keluar. Terlalu banyak ikut campur. Terjerat dan ikut campur dalam banyak hal mengenai permasalahan konseli sering dialami oleh konselor. Hal ini membuat konselor tidak obyektif.

 

2.    Hambatan Eksternal.


Cavanagh (1982) mengatakan bahwa ada tujuh masalah yang umum dalam suatu hubungan konseling : kebosanan, hostilitas, berbagai kesalahan konselor, manipulasi, penderitaan , hubungan yang membantu versus hubungan yang tidak membantu, dan mengakhiri konseling. Gladding (1992) menyebutkan suatu fenomena lain yang juga menjadi masalah konsleor yaitu burnout.

1.    Kebosanan

Menurut Cavanagh (1982), konselor pemula jarang mengalami kebosanan karena sifat baru dari pekerjaan mereka. Setiap hari ia bertemu dengan orang-orang yang mempunyai problem berbeda, dan mencoba ketermapilan dan tanggung jawab yang baru sebagai konselor

 

Masalah-masalah Yang mungkin timbul karena kebosanan adalah :

·      Konselor mengambil jarak dari kliennya, makin lama makin menjauh. Klien dapat merasakan hal ini, ia akan kehilangan rasa aman dan rasa diterima yang sangat penting untuk keberhasilan konseling.

·      Konselor terkadang mengambil cara negatif dalam menangani kebosanannya. Ia mungkin akan daydreaming, atau berfantasi sendiri.

·      Kemungkinan konselor kehilangan informasi penting sangatlah besar, kalau ia dikuasai oleh kebosanannya, karena ia menjadi kurang perhatian, kurang konsentrasi dan mungkin malah memikirkan masalahnya sendiri.

 

Cara untuk mengatasi :

Cavanagh (1982) menganjurkan untuk konselor membicarakan hal ini dengan klien. Membicarakan kebosanan kepada klien merupakan bagian dari konsep genuineness, tetapi perlu diperhatikan cara penyampaiannya sehingga tidak mengganggu rapport yang sudah terbentuk dengan klien. Konselor dapat melakukan perubahan bila menghadapi klien yang membosankan. Beberapa cara untuk mengatasi, misalnya dengan mengubah waktu pertemuan di jam-jam ketika konselor lebih “awas”. Konselor bisa memberi tugas kepada klien (misalnya membuat catatan-catatan) yang kemudian akan dibicarakan dalam sesi konseling.

2.    Hostilitas

Konselor sering merasa dirinya nice people karena sudah membantu orang lain dan ia mengharap akan dihargai karena hal ini. Tetapi orang dalam konseling punya hostilitas terpendam yang harus durai dahulu sebelum bisa melangkah maju.

Sumber Hostilitas

Berasal dari frustrated needs. Orang yang lapar psikologis, mereka mempunyai resistensi rendah terhadap stres. Karena ia hipersensitif, maka pertanyaan-pertanyaan yang biasa sudah dirasakan sangat mengancam mereka.

·      Hostiltas bisa juga ditujukan kepada konselor yang merupakan simbolisasi dari konflik internal dan eksternal yang dipunyai klien. Mungkin konselor adalah representasi dari orangtua yang tidak disukai, pasangan atau mantan pasangan yang dibenci, atau tokoh otoritas.

·      Konselor memang pantas untuk menerima hostilitas klien. Mungkin cara konselor berkomunikasi dirasakan kurang berusaha membantu.

 

Menghadapi Hostilitas

Jarang sekali kemungkinannya bahwa konselor tidak pernah menjadi sasaran hostilitas. Sangat penting konselor menemukan apa yang menyebabkan timbulnya hostilitas ini dan menghadapinya.

 

Konselor secara sadar maupun tidak akan mencoba menghindari situasi yang mungkin akan menjadikannya sasaran hostilitas. Berusaha menghindar dari hostilitas adalah seperti ahli bedah yang ingin melakukan operasi tanpa terkena darah. Lagi pula, situasi hostilitas ini jangan dihindari, perl dihadapi, karena klien perlu belajar untuk menyelesaikan dan menghadapi hostilitas ini.

 

3.    Kesalahan Konselor

Subjek pekerjaan konselor-tingkah laku manusia- adalah hal yang sangat kompleks dan mempunyai nuansa-nuansa halus. Tidak dapat diukur dengan tepat, tidak dapat dipahami denga n tepat. Jadi pasti akan terjadi sesuatu kesalahan.

·      Salah satu kesalahan yang dapat dibuat konselor adalah lemah, tidak tegas.

·      Tidak mengakui kesalahan adalah bentuk kesalahan yang lain. Yang membedakan konselor yang efektif dan yang tidak efektif bukanlah ada atau tidaknya kesalahan, tetapi apakah mau mengakui atau tidak,kepada dirinya sendiri dan kepada kliennya.

 

Konselor yang efektif mengakui bahwa membuat kesalahan karena empat alasan:

a.    Mereka jujur, dan kejujuran menuntut kalau ada kesalahan harus diakui

b.    Orang yang ada dalam hubungan konseling harus dibantu untuk memisahkan kesalahan yang mana adalah kesalahan siapa sehingga orang yang melakukan kesalahan dapat mengambil tanggung jawab untuk mengoreksinya.

c.    Konselor mengakui kesalahannya sebagai cara untuk mengajar klien bahwa kesalahan bisa diterima dan pentingnya untuk mengakui kesalahan itu kepada orang lain.

d.   Konselor tahu, klien barangkali tahu bahwa konselor membuat kesalahan dan menunggu untuk melihat apakah konselornya cukup punya rasa aman untuk mengakui kesalahn itu.

 

4.    Manipulasi

Klien memanipulasi konselor

Klien memanipulasi konselor dengan tujuan berikut:

·      Untuk memenuhi kebutuhan

Klien yang datang untuk konseling biasanya mempunyai kebutuhan yang tidak terpenuhi. Konseling bukan tempat untuk memenuhi kebutuhan ini, karena menyebabkan klien tidak bisa berkembang, karena ingin tinggal terus dalam konseling. Klien yang mempunyai kebutuhan untuk dicintai mungkin akan berusaha memanipulasi konselor agar kebutuhannya ini terpenuhi, sedikitnya ada perasaan istimewa untuk klien ini. Konselor yang kebutuhan cintanya tidak terpenuhi akan sangat rentan terhadap hal ini.

·      Untuk menetralisasi ancaman.

Sangat perlu bagi konselor untuk mengetahui dalam hal-hal apa saja dia rentan, sehingga bisa mengurangi potensinya untuk dimanipulasi.

 

Klien yang berusaha memanipulasi konselor:

a.    Biasanya mereka tidak sadar tentang apa yang mereka lakukan, karena dilandasi kebutuhan-kebutuhan, perasaan dan motif yang tidak disadari. Bila dikonfrontasi biasanya bereaksi dengan hurt, confusion, anger, denial.

b.    Tidak ada gunanya mengambil sikap defensif. Akibatnya klien akan mengambil sikap defensif kembali yang tidak bermanfaat.

c.    Tidak ada gunanya bersikap sinis pada orang yang memanipulasi konselor, karena semua klien seperti itu.

 

Konselor memanipulasi klien

Beberapa contoh konselor yang manipulatif.

·      Karena bosan dan jengkel, konselor mengatakan bahwa kliennya sudah mengalami kemajuan, dan perlu “istirahat” dari konseling.

·      Konselor perlu memenuhi kebutuhan untuk afeksi dan kehangatan, maka ia berusaha membangun hubungan ini dengna kliennya, dengan dalih bahwa klien perlu belajar dan mempraktikannya pada diri konselor.

 

5.    Penderitaan (Suffering/Psychological/Bleeding)

Seperti hanya pada manipulasi, konselor bisa menderita dan sebaliknya klien juga bisa menderita. Kedua situasi ini dapat menimbulkan masalah dalam hubungan konseling bila tidak dikenali dan diatasi dengan efektif. Keinginan untuk mencegah penderitaan yang merupakan sebab utama orang pergi kepada konselor. Ironisnya, efek samping dari konseling adalah adanya penderitaan ini, karean penderitaan adalah bagian inheren dari perkembangan kepribadian. Klien harus merasakan penderitaan ini untuk dapat melangkah kepada keadaan yang lebih positif. Konselor harus mampu untuk duduk dan membiarkan kliennya berdarah-darah sehingga semua “racun” dalam tubuhnya keluar. Saat yang tepat dan bagaimana menghentikan perdarahan ini adalah suatu keterampilan yang didapat berdasarkan pengalaman.

 

 

 

6.    Hubungan yang Membantu VS Hubungan yang Tidak Membantu

Ada 2 tipe hubungan yang tidak membantu dalam konseling,

a.    Distansi emosional (emotionally detached)

Konselor yang distan secara emosional tidak dapat “masuk” kedalam diri klien. Ia tidak dapat menyatukan dirinya dengan pikiran, perasaan dan persepsiklien sehingga bisa benar-benar berempati. Konselornya anonimus, sehingga sulit untuk menciptakan rapport dan rasa percaya. Keterlibatannya bersifat intelektual. Konselor berfungsi sebagai director, tutor atau mentor. Tetapi, kadang-kadang ada pula konselor yang memang mengambil jarak secara emosional.

b.    Kelekatan emosional (emotionally attached)

Lekat emosional berarti bahwa konselor dan/atau klien bergantung pada yang lain untuk pemuasan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang terpenuhi dalam hubungan semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa aman, untuk menerimadan memberi cinta, untuk dikagumi, dan dibutuhkan. Konseling memang potensial untuk terbentuknya hubungan semacam ini. Terjadi atau tidak tergantung pada pemenuhan kebutuhan diluar konseling.

 

Sikap konselor terhadap klien

·      Parental (orangtua yang terlalu melindungi)

·      Fraternal (sahabat)

·      Romantik (kekasih atau pasangan)

 

Hubungan yang membantu adalah :

Keterlibatan emosional (emotionally involved): Satu-satunya hubungan yang sehat antara konselor dan klien adalah hubungan dimana ada keterlibatan emosional, bukan distansi dan bukan pula kelekatan. Ada hubungan yang dekat, ada transparasi. Mereka cukup saling mengenal untuk dapat saling percaya dan saling berempati.

 

7.    Terminasi Konseling

Berapa pun sesi konseling yang terjadi, pada suatu waktu akan berakhir dalam salah satu dari tiga cara ini, yaitu bila sasaran konseling telah tercapai, klien secara prematur ingin menghentikan konseling, konselor ingin menghentikan konseling meskipun klien ingin melanjutkan. Melakukan terminasi, membawa masalah bagi konselor dan klien.

 

8.    Burnout

Gladding mendefinisikan burnout :

Becoming emotionally and/or physically drained to the point that they cannot perform functions meaningfully (1992, hlm. 35).

Menurut Gladding, tidak ada seorang pun yang terus menerus selamanya dapat berfungsi secara bermakna. Tidak ada orang yang mampu untuk berfungsi secara adekuat kalau tidak pernah melangkah keluar dari peran profesionalnya.

Untuk mempertahankanp pendekatan yang sehat, konselor yang sukses memakai cara-cara preventif untuk mencegah burnout.

Beberapa saran Gladding  (1992) untuk mencegah atau “mengobati” burnout sebagai berikut:

·      Menjalin hubungan dengan individu-individu yang sehat.

·      Bekerja dengan rekan-rekan yang committed dan dengan organisasi yang punya misi

·      Committed pada suatu teori konseling

·      Melakukan latihan-latihan untuk mengurangi stres

·      Memodifikasi stresor pada lingkungan

·      Melakukan self-assessment

·      Secara berkala mengkaji ulang dan mengklarifikasi counseling roles, expectations, dan beliefs

·      Menjalani terapi pribadi

·      Menyisihkan suatu waktu bebas dan pribadi

·      Mempertahankan sikap detached concern bila bekerja dengan klien

·      Mempertahankan sikap “selalu ada harapan”.

 

Terhadap inti persoalannya dan banyak waktu maupun tenaga terkuras yang seharusnya digunakan untuk hal-hal lain. Konseli biasanya menuntut perhatian penuh tanpa peduli bahwa konselor mempunyai tanggung jawab kepada keluarga dan konseli lainnya. Untuk menghindarinya, konselor harus dapat menemukan cara yang tepat untuk mengatasinya tanpa merusak hubungan baik yang mungkin sudah terbina.Di dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi konseli dengan rasional, konselor tidak boleh bersikap otoriter dan menuduh larangan-larangan yang sifatnya mengatur, sebaiknya dihindari.

Faktor pendukung  sarana dan prasarana

           Faktor pendukung seperti sarana dan prasarana juga mempengaruhi keberhasilan konseling dan psikoterapi. Jika ruangan tidak memadai maka akan ada kemungkinan menjadi masalah, misalnya ruangan terbuka . Nah hal ini konselor harus menyiapkan seperti ruangan yang kondusif, jauh dari keramaian untuk menghindari kebocoran permasalahan ke orang lain. Tempat duduk yang sesuai agar konseli nyaman untuk menyurahkan segala isi hatinya.

Jadi inilah beberapa  permasalahan pada saat melakukan konseling dan psikoterapi yang saya dapat dari berbagai sumber , terimakasih sudah membaca. ^_^

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2004. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company.

 Lesmana, J.M. 2005. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta : UI-Press

Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang : FIP Universitas Negeri Padang 

Andi Mappiare, 1982. Psikologi Remaja. Usaha Nasional. Surabaya.

A.R. Daruma, 2003. Pedoman Latihan Interview Konseling. FIP. UNM. Makassar

Prayitno dan Amti, E. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta. Jakarta.

Prayitno, 2001. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling.  Rineka Cipta. Jakarta.

 

Post a Comment

0 Comments