Ticker

6/recent/ticker-posts

Advertisement

Responsive Advertisement

Konseling dan Psikoterapi- Pendekatan Behavioristik

2. Konseling dan Psikoterapi- Pendekatan Behavioristik

Konsep dasar konseling dan psikoterapi pendekatan behavioristik

Konseling behavior saat ini dapat dipahami dengan memperhatikan empat bidang pokok perkembangan: classical conditioning, operant conditioning, social learning theory, dan cognitive behavior counseling (Corey, 2013). Kondisioning klasik Sutu jenis belajar dimana stimulus netral dikemukakan secara berulang dengan stimulus yang dapat menimbulkan respons tertentu secara naluriah sehingga stimulus netral tersebut akhirnya menimbulkan respons yang diharapkan (respondent conditioning). Tokoh kondisioning klasik adalah Ivan Pavlov yang mengilustrasikan classical conditioning melalui percobaan dengan anjing. Operant conditioning adalah Jenis belajar dimana perilaku semata-mata dipengaruhi oleh akibat yang menyertainya. Tokohnya adalah B. F. Skinner. Kedua jenis belajar tersebut tidak memasukkan konsep-konsep mediasi (proses berpikir, sikap, dan nilai).

Manusia dibentuk dan dikondisikan dengan pengkondisian sosial budaya. Tingkah laku dipandang sebagai hasil belajar dan pengkondisian. Berfokus pada tingkah laku yang nampak, terapi berlandaskan pada prinsip-prinsip teori belajar. Tingkah laku yang normal dipelajari melalui perkuatan dan peniruan. Tingkah laku yang abnormal adalah akibat belajar yang keliru. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.

A. Karakteristik Dasar Konseling Behavior
Corey (2013) mengemukakan karakteristik dasar konseling behavior sebagai berikut.
a. Konseling behavior (KB) didasarkan pada prinsip-prinsip dan prosedur metode ilmiah. 
Perilaku tidak terbatas pada tindakan terbuka yang dilakukan individu yang dapat diamati tetapi juga mencakup proses internal seperti kognisi, imajinasi, keyakinan, dan emosi.
c. Konseling behavior menangani masalah-masalah konseli saat ini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai lawan dari analisis penentu historis.
d. Konseli yang terlibat dalam konseling behavior diharapkan untuk berperan aktif dalam melaksanakan tindakan spesifik untuk menangani masalah-masalah mereka.
e. Konseling behavior mengasumsikan bahwa perubahan dapat terjadi tanpa adanya tilikan terhadap dinamika yang mendasarinya dan pemahaman penyebab masalah yang dialaminya.
f. Asesmen merupakan proses observasi dan swapantau yang terus menerus belangsung yang memusatkan pada penentu perilaku saat ini, termasuk mengenali masalah dan menilai perubahan konseli.
g. Intervensi Konseling behavior disesuaikan dengan masalah spesifik konseli secara individual.

B. Tujuan pendekatan behavioristik
Menghapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :
(a) diinginkan oleh  klien;
(b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut;
(c) klien dapat mencapai tujuan tersebut;
(d) dirumuskan secara spesifik
Konselor dan  klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.

C. Proses Konseling
Proses konseling menurut (Burks & Stefslre, 1979) berlangsung melalui tahapan sebagai berikut:
(1) pembinaan hubungan konseling: konselor membina hubungan baik dengan konseli melalui penerimaan kondisi konseli apa adanya sebagai individu berharga, penampilan diri konselor secara tulus di hadapan konseli, dan memahami kondisi konseli secara empatik;
(2) penetapan masalah dan penetapan tujuan konseling: menggali informasi tentang masalah konseli dan menentukan hakikat masalah konseli, yang kemudian menentukan data dasar masalah konseling: frekuensi, lamanya, intensitasnya. Berdasarkan data dasar tersebut konselor bersama konseli menetapkan tujuan konseling secara spesifik;
(3) pemilihan teknik konseling: konselor menentukan teknik yang sesuai dengan tujuan dan masalah yang dialami konseli;
(4) penilaian keberhasilan: pembandingan antara perilaku setelah konseling dengan data dasar sebelum konseling;
(5) pengakhiran dan tindak lanjut: jika tujuan konseling tercapai maka layanan konseling diakhiri dan kemudian diikuti perkembangannya.

D. Teknik-teknik Konseling Behavioral
a. Latihan Asertif 
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b. Desensitisasi Sistematis 
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c. Pengkondisian Aversi
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
d. Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Axelsen, John. 1999, Counseling and Development in A Multicultural Society, Brook/ColePublishing Company, Albany.
Mappiare, Andi. 2006. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Gunarsa, Singgih. 2009. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia

Post a Comment

0 Comments